Rabu, 10 Juni 2009

1
SIFAT SHOLAT NABI
Oleh
Muhammad Nashiruddin Al-Albani
LATAR BELAKANG PENULISAN
Saya tidak pernah menemukan kitab yang membahas seluruh tema ini. Karena itu saya berkewajiban
untuk menyusun sebuah buku yang mencakup semua yang berkaitan dengan sifat shalat Nabi SAW sejak
dari takbir hingga salam untuk ikhwan-ikhwan umat Islam yang selalu berkeinginan meneladaini petunjuk
Nabinya dalam beribadah. Sehingga mempermudah mereka melaksanakan perintah Rasulullah SAW
sebagaimana yang disabdakan ”Sholatlah sebagaimana kalian melihat aku melakukan shalat”
Atas dasar inilah, saya berusaha keras menelusuri hadits-hadits yang berkaitan dengan tujuan ini di
berbagai kitab hadits, yang diantarnya adalah buku yang sedang di tangan anda ini.
Dalam penulisan buku ini saya telah menetapkan sebuah aturan agar tidak menggunakan hadits-hadits
Nabi sebagai dalil kecuali yang sanadnya kuat, sesuai dengan kaidah dan prinsip-prinsip ilmu hadits.
Disamping itu saya juga mencapakkan setiap hadits majhul atau dhaif berkenaan dengan tata cara shalat,
zikir, keutamaan-keutamaan dan lain sebagainya. Karena saya yakin bahwa setiap hadits yang kuat sudah
cukup dari pada yang dhaif karena yang dhaif itu tidak ada gunanya – tanpa ada perselisihan diatara ahli
hadits – kecuali hanya prasangka. Sedangkan keyakinan yang bersumber dari prasangka adalah sebagaimana
halnya firman Alloh dalam Qur’an surat an-Najm ayat 28 : ”Persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun
terhadap kebenaran.” Juga Rasulullah SAW bersabda ”Janganlah sekali-kali berprasangka karena
persangkaan itu adalah perkataan yang paling dusta” (HR. Bukhari dan Muslim).
Langkah semacam ini tidak dapat ditempuh untukberibadah kepada Alloh. Bahkan dengan tegas
Rasulullah SAW melarangnya sebagaimana disabdakan ”Berhati-hatilah kamu sekalian akan hadits kecuali
yang telah kamu ketahui” (HR. Tirmidzi, Ahmad & Ibnu Abi Syaibah). Oleh karenanya meriwayatkan hadits
dhaif tidak dibolehkan apalagi bila untuk diamalkan.
Demikian buku ini saya susun dalam dua alur, atas dan bawah. Alur pertama, seperti matan hadits atau
struktur yang serupa yang saya susun pada tempat yang layak dan tersusun secara serasi, dari awal hingga
terakhir. Saya tetap menjaga lafal teks hadits yang terdapat pada kitab-kitab sunnah. Kadang-kadang sebuah
hadits lafalnya berbeda-beda dan saya memilih salah satu lafal untuk alasan penyusunan.
Terkadang saya menambahkan dengan lafal yang lain dan aku beri tanda dengan kata-kata ”Dalam suatu
lafal : demikian, demikian”. Atau ”Dalam sebuah riwayat : Demikian, demikian”. Dalam penulisan
riwayatpun jarang dinisbatkan kepada sahabat. Tidak pula saya jelaskan perawi-perawinya dikalangan imam
hadits untktuk mempermudah bacaan dan rujukan.
Alur kedua, berupa syarah, penjelasan matan sebelumnya. Dalam hal ini saya telah mentakhrij haditshadits
yang terdapat pada alur atas, dengan mengemukakan lafalnya, alur riwayatmua disertai dengan uraian
sanad, syahid-syahid jarah dan ta’dil, sahih dan dha’ifnya sesuai dengan kaidah-kaidah dalam ilmu hadits.
Sering kali ditemukan pada sebagain riwayat, lafal-lafal yang berbeda atau tambahan-tambahan yang tidak
terdapat riwayat jalur yang lain. Lalu, saya tambahkan kepada hadits yang tertera pada jalur atas. Itupun
dilakukan bila serasi dengan hadits yang asli.
2
Kemudian saya beri tanda dalam kurung dengan garis lurus seperti ini [ ], tanpa mencantumkan perawi
yang telah meriwayatkan sendirian yang asli. Itupun kalau sumber hadits dan rawinya diriwayatkan oleh satu
orang sahabat. Bila tidak maka akan saya jadikan seatu bentuk tersendiri yang terpisah, seperti halnya doadoa
pembuka dan yang lainnya. Yang demikian ini merukanan suatu yang bernilai dan terpuji yang jarang
ditemui pada sebuah karangn. Alhamdulillah, karena nikmatNya segala kebaikan menjadi sempurna.
Selain itu saya sebutkan pendapat-pendapat mazhab sekitar hadits yang menhjadi topik dan yang sedang
dikaji dengan menyertakan dalil-dalil setiap pendapat dan mendiskusikannya dengan menjelaskan kelebihan
dan kekurangnnya masing-masing. Sehingg pada gilirannya dapat kita ambil kesimpulan yang kuat dari
uraian yang terdapat pada bagian jalur atas. Terkadang saya lampirkan juga beberapa masalah yang tidak
terdapat pada teks-teks sunnah tetapi terdapat pada pendapat seorang mujtahid namun tidak termasuk topik
pembahasan.
Sayang sekali mencetak dua pembahasan itu tidak mudah dilakukan dikarenakan masalah-masalah yang
mendesak. Karena itulah saya menerbitkan pembahasan pertama yang sama sekali terpisah dengan
pembahasan kedua dan saya beri judul ”Sifat-sifat Sholat Nabi Dimulai dari Takbir Sampai Salam Seakan
Engkau Melihatnya Sendiri”
Mudah-mudahan Alloh SWT menjadikan buku ini sebagai kebaikan untuk mendapatkan ridhaNya dan
bermanfaat bagi rekan-rekan sesama muslim. Sesungguhnya Dia Maha Mengabulkan doa.
Pendapat Para Imam Sekitar Mengikuti Sunnah dan Meninggalkan Pendapat-Pendapat yang
Bertentangan Dengannya.
Kiranya ada baiknya saya paparkan disini apa yang telah sebagian yang saya uraikan diatas, mudahmudahan
menjadi nasihat dan pengingat bagi orang yang bertaklid terhadap meraka. Bahkan bertaklid buta[1]
kepada orang-orang yang kelasnya jauh dibawah mereka, berpegang kepada pendapat-pendapat mereka
seakan-akan pendapat itu datang dari langit, sedangkan Alloh berfirman dalam surat al-A’raaf ayat 3
(artinya) ”Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpinpemimpin
selain-Nya. Amatlah sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya)”
1. Abu Hanifah
Yang pertama adalah Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Telah diriwayatkan darinya pendapatpendapat
dan ungkapan-ungkapan beragam yang semuanya bermuara pada satu makna. Yaitu kewajiban
mengambil hadits sebagai dalil dan meninggalakan pendapat-pendapat yang bertentangan dengannya.
a. Bila suatu hadits itu benar maka itulah mazhabku
b. Tidak dibolehkan bagi seseoragn untuk mengambil pendapat kami bila tidak mengetahui darimana
kami mengambilnya. Dalam sebuah riwayat disebutkan ”Haram bagi orang yang tidak mengetahui
dalilku berfatwa dengan pendapat saya”
Dalam riwayat lain ditambahkan ”Sesungguhnya kita adalah manusia yang mengemukakan pendapat
hari ini dan berubah pendapat pada keesokan harinya”. Disebutkan juga dalam riwayat lain ”Apaapaan
engkau wahai Ya’kukb! (Abu Yusuf), jangan engkau tulis semua yang kau dengan dariku.
[1] Taklid inilah yang dimaksud oleh imam Thahawi dalam ucapannya, “Tidak bertaklid kecuali orang yang fanatis dan bodoh”.
Disadur oleh Ibnu Abidin dalam Rasmu al-Mufti (1/32) dari kumpulan risalahnya.
3
Karena aku mengemukakan pendapat hari ini dan keesokan harinya mungkin aku meninggalkannya.
Besok aku berpendapat sesuatu dan lusanya aku tinggalkan”
c. Apabila aku mengemukakan suatu pendapat yang bertentangn dengan kitab Alloh dan khabar dari
Rasulullah SAW, hendaknya kalian meninggalkan pendapatku.
2. Malik bin Anas
Ia berkata sebagai berikut.
a. Sesungguhnya aku adalah manusia yang terkadang salah dan terkadang benar, maka lihatlah
pendapatku. Apabila sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah maka ambillah. Setiap yang tidak sesuai
dengan Al-Qur’an dan sunnah, tinggalkan.
b. Setiap perkataan orang boleh dipakai atau ditinggalkan kecuali perkataan Nabi SAW.
c. Ibu Wahab berkata : ”Aku mendengar Malik ditanya tentang menyela-nyela jari-jari kedua kaki
dalam wudlu. Ia berkata ’Hal itu tidak wajib’. Lalu saya meninggalkannya sampai orang-orang yang
mengelilinginya sedikit. Saya katakan kepadanya, ’Hal ini menurut kami sunnah’ Malik bertanya
’Apa haditsnya?’ Saya menjawab ’Dikatakan Laits bin Sa’ad, Ibnu Luhai’ah dan Amru bin Harits,
dari Yazid bin Amru al-Ma’afiri, dari Abu Abdurrahmanal-Habli, dari al-Mustaurid bin Syadad al-
Qurasyi, ia berkata ’Aku melihat Rasulullah SAW menggosokkan jari-jari manisnya pada cela-cela
jari kedua kakinya’ Lalu Malik menyela ’Hadits ini hasan, aku tidak pernah mendengarnya kecuali
sekarang ini.’ Kemudian di lain waktu ia ditanya dengan masalah yang sama dan ia menyuruh agar
menyela-nyela jari-jari kedua kakinya.”
3. Imam Syafi’i
Ucapan Imam Syafi’i dalam masalah ini lebih banyak dan lebih baik. Para pengikutnyapun lebih banyak
mengamalkannya dan lebih menyenangkan. Diantara ucapannya adalah sebagai berikut.
a. Tidak ada seorangpun yang bermazhab melainkan mazhab Rasulullah SAW. Apapun pendapat yang
saya kemukakan atau yang saya sarikan sedangkan terdapat hadits yang bertentangan dengan
pendapatku maka yang benar adalah sabda Rasulullah SAW. Itulah pendapatku.
b. Umat Islam telah berijma bahwa orang yang telah mengetahui sebuah hadits dari Rasulullah SAW
maka tidak boleh meninggalkannya untuk mengambil pendapat seseorang.
c. Jika kalian mendapati dalam kitabku yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW maka
ambillah sunnah Rasulullah SAW dan tinggalkanlah pendapatku. Dalam sebuah riwayat dikatakan
’Maka ikutilah dan janganlah kalian mengikuti pendapat siapapun’
d. Bila sebuah hadits dinyatakan sahih, maka itulah mazhabku.
e. Kalian lebih mengetahui hadits dan rawi-rawinya daripada aku. Bila suatu hadits dinyatakan sahih
maka beritahukanlah kepadaku darimanapun asalnya, dari Kufah, Basrah atau Syam. Bila benar
sahih aku akan menjadikannya mazhabku.
f. Setiap masalah yang ada haditsnya dari Rasulullah SAW menurut ahli hadits yang bertentangan
dengan pendapatku, niscaya aku cabut pendapatku baik selama aku masih hidup atau setelah matiku.
g. Bila kalian melihatku mengemukakan suatu pendapat, dan ternyata ada hadits sahih yang
bertentangan dengan pendapatku maka ketahuilah bahwa pendapatku tidak pernah ada.
4
h. Semua yang aku ucapkan sedangkan ada hadits Rasulullah SAW yang sahih bertentangan dengan
pendapatku maka hendaknya diutamakan hadits Rasulullah SAW, janganlah bertaklid kepadaku.
i. Setiap hadits yang sahih dari Rasulullah SAW adalah pendapatku, sekalipun kalian tidak
mendengarnya darikuk.
4. Ahmad bin Hambal
Imam Hambali adalah seorang imam yang terbanyak mengumpulkan hadits dan yang paling teguh
memegangnya. Bhakan ia tidak mau menyusun buku yang mencakup furu’ dan ra’yu. Karena itu ia
berkata sebagai berikut.
a. Janganlah bertaklid kepadaku, Malik, Syafi’i, Auza’i dan tidak pula Tsuri, ambillah dari apa yang
meraka ambil. (Dalam sebuah riwayat dikatakan : Janganlah bertaklid dalam masalah agama kepada
para Imam, ikutilah apa yang dapat dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sedangkan dari
tabi’in boleh memilihnya (menolak atau menerima).
b. Al-Auza’i berpendapat, Malik berpendapat, dan Abu Hanifah berpendapat. Menurutku semuanya
adalah ra’yu, sedangkan yang dapat dijadikan hujjah dalam masalah-masalah agama adala atsar
(hadits).
c. Barangsiapa menolak hadits Rasulullah SAW maka ia berada di tepi kehancuran.
Demikian pendapat-pendapat para imam dalam masalah berpegang teguh pada hadits, dan larangan
bertaklid tanpa pengetahuan. Masalahnya sangat jelas tanpa perlu perdebatan dan penakwilan. Yaitu
barangsiapa berpegang teguh terhadap hadits, seklipun bertentangan dengan pendapat para imam, tidak
berarti menyalahi pendapat mazhab yang dianut dan juga tidak berarti telah keluar dari jalan yang ditempuh
mazhabnya. Bahkan dengan demikian telah mengikuti jalan dan pendapat para imam, telah berpegang pada
tali yang kuat yang tidak dapat dipisahkan.
Akan tetapi tidak demikian dengan sebaliknya. Barangsiapa yang meninggalkan sunnah yang sahih
hanya dikarenakan tealh berbeda dengan pendapat para imam maka bearti telah melanggar para imam dan
telah menentang pendapat para imam sebagaimana tersebut diatas. Alloh berfirman dalam QS. an-Nisaa’
ayat 65 (artinya) ”Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan
kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam
hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima dangan sepenuhnya” Dan QS. An-
Nur ayat 63 (artinya) ”Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa azab yang pedih”
Al-Hafidz Ibnu Rajab berkata ”Hendaknya orang yang telah mengetahui hadits Rasulullah SAW
menjelaskannya kepada umat, menasihatinya dan menyeru mereka mengikuti dan ber-ithba’ meski
bertentangan dengan pendapat orang yang berpengaruh sekalipun. Sesungguhnya hagist Rasulullah SAW
lebih layak untuk diagungkan dan diteladani daripada pendapat orang yang paling berpengaruh dan terkenal
dikalangan umat yang berselisih pendapat, yang terkadang pendapat mereka itu salah.
Berdasarkan hal inilah para sahabat dan generasi setelahnya menolak setiap pendapat yang bertentangan
dengan sunnah yang sahih. Bahkan cara penolakannya terlihat kasar. Bukan karena perasaan benci tetapi
karena perasaan cinta dan pengagungan pada diri mereka. Pasalnya Rasulullah SAW lebih mereka cintai dan
perintahnya dijunjung tinggi diatas perintah semua makhluk. Apabila terjadi pertentangan antara perintah
Rasulullah SAW dengan yang lainnya maka hendaknya perintah Rasulullah SAW didahulukan dan diikuti.
Namun tetapi menghargai orang yang berselisih dengan perintah Rasulullah SAW meskipun dia itu adalah
5
orang yang telah diampuni. Bahkan orang yang telah diampuni oleh Alloh SWT apabila didapi pendapatnya
bertentangan dengan perintah Rasulullah SAW tidak merasa benci bila seseorang meninggalkan pendaptnya
jika benar-benar pendapatnya itu bertentangan dengan perintah Rasulnya.
Menurut saya, tidak masuk akal apabila mereka membenci akan hal itu. Sedangkan imam telah
memerintahkan pengikutnya dan mengharuskan mereka agar menginggalkan pendapat mazhab jika
kemudian didapati bertentangan dengan sunnah. Bahkan imam Syafi’i memerintahkan kepada muridnya agar
mengatasnamakan dirinya terhadap sunnah yang sahih, meskipun dia sendiri tidak meriwayatkannya atau
malah pendapatnya bertentangan dengan sunnah itu.
Oleh karena itu Ibnu Daqiq al-’Id ketika menyusun masalah-masalah setiap imam mazhab yang
bertentangan dengan sunnah dalam satu jilid besar, ia dalam mukadimahnya berkata ”Sesungguhnya
menisbatkan masalah-masalah ini kepada para imam mujtahid hukumnya haram. Hendaknya para ahli fikih
yang mengikuti jejeaknya mengetahuinya agar tidak terjadi salah paham sehingga berakibat berlaku dusta
kepada mereka” Lihat al-Fulani halaman 99.
TATA CARA SHOLAT
A. Mengahadap Kiblat
Rasulullah SAW dalam melaksanakan sholat fardhu dan sunnah menghadap kiblat. Beliau pun
memerintahakannya demikian dalam sabdanya kepada orang yang tidak benar sholatnya, ”Bila engkau
berdiri untuk melakukan sholat maka sempurnakanlah wudhumu, kemudian menghadaplah kiblat, lalu
bertakbirlah” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam perjalanannya Rasulullah SAW biasanya melakukan sholat sunnah diatas kendarannya (unta).
Beliau juga melakukan witir diatas kendaraannya dan mengadap kemana saja kendaraannya menghadap
(timur maupun barat). Alloh berfirman dalam QS al-Baqarah ayat 115 (artinya) ”Maka kemanapun kamu
menghadap disitulah wajah Alloh”.
Dalam riwayat Bukhari dan Ahmad disebutkan bahwa apabila hendak melakukan sholat fardhu,
Rasulullah SAW turun dari tunggangannya lalu menghadap kiblat.
B. Berdiri
Dalam sholat fardhu dan sunnah Rasulullah SAW melakukannya sambil berdiri sesuai dengan perintah
Alloh SWT dalam QS al-Baqarah ayat 238 (artinya) ”Berdirilah untuk Alloh (dalam sholatmu) dengan
khusyu.”
Dalam sebuah riwayat Tirmidzi dan Ahmad disebutkan bahwa Rasulullah SAW melakukan sholat
menjelang datang ajalnya sambil duduk. Dalam kesempatan lain Beliau melakukan sholat sambil duduk,
yaitu ketika dalam keadaan sakit. Sedangkan orang-orang dibelakangnya mengikutinya sambil berdiri.
Lalu Rasulullah SAW memberikan isyarat agar mereka duduk, maka merekapun duduk. Setelah selesei
sholat Beliau bersabda ”Kalian tadi hampir saja melakukan apa yang telah dilakukan oleh bangsa
Romawi dan Persia, dimana mereka berdiri di depan rajanya sedangkan rajanya duduk. Maka
janganlah kalian melakukannya. Sesungguhnya keberadaan imam adalah agar diikuti. Bila ia ruku,
maka rukulah; bila berdiri maka berdirilah; dan jika sholat sambil duduk maka duduklah bersamasama”.
(HR Muslim).
6
Sholat orang sakit sambil duduk, seperti sabda Beliau ”Shalatlah sambil berdiri. Bila tidak bisa, sambil
duduk. Bila tidak bisa sambil terlentang.” (HR. Bukhari, Abu Daud & Ahmad). Juga Beliau bersabda
”Barangsiapa melakukannya dengan berdiri, maka itu lebih utama. Adapun bagi yang melakukannya
sambil duduk maka baginya separoh pahala yang berdiri. Barangsiapa yang sholat sambil tidur
(terlentang) baginya separuh pahala orang yang sholat sambil duduk. Yang dimaksud disini adalah
orang yang sakit.” (HR. Bukhari, Abu Daud & Ahmad).
Suatu ketika Rasulullah SAW mengunjungi orang yang sakit lalu melihat orang itu melakukan sholat
diatas bantal. Rasulullah SAW mengambil bantal itu dan melemparkannya. Orang itu lalu mengambil
’ud (papan kayu) untuk sholat diatasnya. Tetapi Nabi SAW mengambil dan membuangnya lalu bersabda
”Sholatlah diatas tanah bila engkau bisa. Bila tidak cukuplah dengan isyarat, dan hendaknya isyarat
sujudnya lebih rendah dari rukumu.” (HR. Thabrani, Bazzar dan Baihaqi).
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Ahmad, Rasulullah SAW berdiri di dekat pembatas. Jarak antara
beliau dan pembatas sekitar 3 hasta. Menurut Bukhari dan Muslim, jarak antara tempat sujudnya dan
tembok cukup untuk dilalui seekor kambing.
Rasulullah SAW bersabda ”Janganlah engkau sholat kecuali dengan pembatas, dan janganlah engkau
membiarkan seseorang lewat di depanmu dikala sholat. Jika dia memaksakan kehendaknya lewat di
depanmu, bunuhlah dia karena sesungguhnya ia bersama dengan setan.” (HR. Ibnu Khuzimah); dan
juga ”Jika seseorang dari kalian melakkkan sholat pada pembatas hendaknya mendekatkan pada batas
itu sehingga setan tidak dapat memutus sholatnya.” (HR Abu Daud, Bazzar dan Hakim).
Apabila Beliau sholat di tempat terbuka, tidak ada sesuatu sebagai pembatas (didepan tempat sholat),
maka beliau menancapkan tombak didepannya. Lalu beliau melakukan sholat menghadap pembatas itu,
sedangkan orang-orang bermakmum dibelakangnya. Hal ini sebagaimana dikatakan Bukhari, Muslim
dan Ibnu Majah. Beliau bersabda, ”Apabila seseorang diantara kalian meletakkan tiang sepanjang
pelana di depannya, maka sholatlah menghadapnya dan hendaknya tidak menghiraukan orang yang
lewat dibelakang tiang itu.” (HR Muslim dan Abu Daud).
Ibnu Khuzimah, Thabrani dan Hakim meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW tidak pernah membiarkan
sesuatu yang melewati antara dirinya dan pembatasnya. Pernah Beliau SAW sholat lalu lewat
didepannya seekor kambing. Maka Rasulullah SAW mendahuluinya maju kedepan sampai perutnya
menempel di dinding (sehingga kambing itu melewati belakang Beliau).
Suatu ketika Rasulullah SAW sholat wajib, Beliau SAW menggenggam tangannya. Usai sholat mereka
bertanya “Wahai Rasulullah, adakah sesuatu yang baru dalam sholat?” Beliau menjawab “Tidak,
hanya saja setan hendak lewat di depanku. Lalu aku cekik sampai lidahnya terasa dingin di tanganku.
Demi Alloh, seandainya saudaraku, Nabi Sulaiman tidak mendahuluiku, maka aku akan ikat setan itu
pada sebuah tiang masjid sehingga dapat dilihat anak-anak kecil penduduk Madinah.” (HR Ahmad,
Daruquthni dan Thabrani).
Rasulullah SAW bersabda ”Apabila seseorang melakukkan sholat menghadap sesuatu sebagai
pembatas dari orang lain, maka apabila seseorang melampaui batas didepannya itu maka hendaknya
mendorong sekuatnya atau semampunya (dalam riwayat lain disebutkan : hendaknya menghalanginya
dua kali). Jika ia tetap menerobos maka bunuhlah ia. Sesungguhnya dia adalah setan.” (HR Bukhari
dan Muslim); juga Beliau bersabda ”Apabila orang yang lewat di depan orang yang sholat itu
mengetahui dosanya, niscaya dia akan lebih baik berdiri 40 (empat puluh) tahun daripada berlalu
didepan orang yang sholat.” (HR Bukhari dan Muslim).
7
Rasulullah SAW bersabda ”Sholat seseorang menjadi putus apabila tidak dibatasi dengan semacam
pelana didepannya lalu dilewati oleh wanita haid (balig), keledai dan anjing hitam” Abu Dzar berkata
”Wahai Rasulullah, apakah bedanya anjing hitam dan anjing berwarna merah?” Beliau menjawab
”Anjing hitam adalah setan.” (HR Muslim, Abu Daud & Khuzaimah).
Rasulullah SAW melarang orang melakukan sholat menghadap kubur dengan sabdanya ”Janganlah
kalian sholat menghadap kubur dan janganlah duduk diatasnya.” (HR Muslim, Abu Daud & Ibnu
Khuzimah).
C. Niat[1]
Rasulullah SAW bersabda ”Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung dari niatnya, dan
sesungguhnya setiap orang mendapatkan balasan sesuai dengan niatnya (HR Bukhari & Muslim)
D. Takbir
Dalam hadits riwayat Muslim dan Ibnu Majah, disebutkan bahwa Rasulullah SAW membuka sholatnya
dengan ucapan Allohu Akbar (Alloh Mahabesar). Beliaupun memerintahkan demikian kepada orang
yang tidak benar dalam sholatnya, sebagaimana sabda Beliau SAW ”Tidaklah sholat seseorang itu
menjadi sempurna sampai ia berwudhu dengan benar, lalu berkata Allohu Akbar”(HR Thabrani)
Beliau SAW juga bersabda ”Kunci sholat adalah suci, tahrimnya[2] pengharamannya adalah takbir dan
thalilnya[3], penghalalannya adalah salam.” (HR Abu Daud, Tirmidzi & Hakim).
Dalam hadits riwayat Ahmad dan Hakim disebutkan bahwa Rasulullah SAW mengangkat suaranya
dalam takbir sehingga terdengar oleh orang-orang yang makmum dibelakangnya. Rasulullah SAW
bersabda ”Apabila imam mengucapkan Allohu Akbar, maka katakanlah Allohu Akbar” (HR Ahmad dan
Baihaqi).
E. Mengangkat Tangan
Terkadang Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya sambil mengucapkan takbir[4], dan terkadang
mengangkatnya setelah takbir[5], dan terkadang (mengangkat tangan) setelah ucapan takbir[6].
Beliau SAW mengangkat kedua tangannya dengan jari terbuka rapat (tidak renggang dan tidak
menggenggam)[7]. Dan Rasulullah SAW mengangkatnya sampai sejajar dengan kedua bahunya dan
terkadang sampai kedua telinganya[8].
F. Meletakkan Tangan Kanan Diatas Tangan Kiri (Bersedekap)
Rasulullah SAW meletakkan tangan kanannya diatas tangan kirinya[9]. Beliau SAW bersabda
”Sesungguhnya para Nabi memerintahkan kepada kita agar mempercepat saat berbuka dan
[1] Dalam kitab Raudhatu ath-Thalibin (1/224 cet. Al-Maktab al-Islami) Nawawi berkata, “Niat adalah maksud. Seseorang yang
akan melakukan sholat tertentu dalam hatinya telah terdetik maksud sholat yang akan dilakukannya seperti sholat Dzuhur, sholat
fardhu, dan lainnya. Kemudian maksud ini dinyatakan bersamaan dengan awal takbir.”
[2] Yaitu melarang perbuatan-perbuatan yang dilarang Alloh.
[3] Yaitu menghalalankan apa saja yang dilakukan diluar sholat.
[4] HR Bukhari & Abu Daud.
[5] HR Bukhari & Nasa’i
[6] HR Bukhari & Nasa’i
[7] HR Abu Daud, Ibnu Khuzaimah, Tamam & Hakim dan disahkan olehnya serta disetujui oleh Dzahabi.
[8] HR Bukhari & Abu Daud
[9] HR Muslim dan Abu Daud dan telah ditakhrij dalam Irwa’ (352).
8
mengakhirkan waktu sahur dan agar meletakkan tangan kanan diatas tangan kiri kita dalam sholat.”
(HR Ibnu Hibban dan Dhiya).
G. Meletakkan Kedua Tangan (Bersedekap) di Dada
Nabi SAW meletakkan tangan kanan diatas punggung tangan kirinya, pergelangan dan lengan[10], dan
memerintahkan demikain kepada sahabat-sahabatnya[11]. Terkadang Beliau SAW mengenggam lengan
kirinya dengan jari-jari tangan kanannya[12]. Beliau SAW meletakkan keduanya diatas dada[13].
H. Khusyu dan Memandang Tempat Sujud
Dalam hadits riwayat Baihaqi dan Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW dalam sholat menundukkan
kepalanya dan pandangannya tertuju ke tanah. Rasulullah SAW melarang mengangkat pandangannya ke
langit sebagaimana tercantum dalam hadits riwayat Bukhari dan Abu Daud. Larangan itu dipertegas
dengan sabdanya ”Hendaknya orang-orang menghentikan mengarahkan pandangannnya ke langit pada
waktu sholat atau tidak dapat kembali lagi kepada mereka (dalam riwayat lain disebutkan : atau matamata
mereka tercolok)”. (HR Bukhari, Muslim & Siraj).
Dalam hadits lain disebutkan ”Apabila kalian melakukan sholat maka hendaknya janganlah menolahnoleh
karena Alloh akan menghadapkan wajahNya kepada wajah hambanya ketika sholat selama ia
tidak menolah-noleh.” (HR Tirmidzi dan Hakim)
Dalam hadits yang diriwayatkan Ahmad dan Abu Ya’la disebutkan bahwa Rasulullah SAW melarang 3
perkara dalam sholat. Yaitu sholat dengan cepat seperti ayam yang mematuk, duduk diatas tumit seperti
duduknya anjing, dan menolah-noleh seperti musang. Beliau SAW juga bersabda ”Sholatlah seperti
halnya sholat orang yang akan meninggal, yaitu seakan-akan engkau melihat Alloh. Jika engkau tidak
melihatNya maka sesungguhnya Dia melihatmu.” (HR Thabrani, Ibnu Majah & Ahmad).
Beliau telah sholat dengan baju yang terbuat dari wol yang bergambar, lalu Rasulullah SAW melihat
sepintas gambar-gambar itu. Usai sholat Beliau SAW bersabda ”Bawalah bajuku ini kepada Abu Jahm
dan bawalah kepadaku kain yang kasar Abu Jahm. Karena bajuku ini telah mengalihkan perhatian
sholatku tadi. (dalam riwayat lain dikatakan : Sesungguhnnya aku telah melihat gambarnya saat sholat
dan hampir saja aku tergoda).” (HR Bukhari, Muslim & Malik).
Aisyah mempunyai kain bergambar untuk tirai, Rasulullah SAW sholat menghadapnya. Lalu Rasulullah
SAW bersabda ”Jauhkanlah kain itu, sesungguhnya gambarnya mengganggu sholatku.” (HR Bukhari &
Muslim).
Beliau SAW bersabda ”Tidak sempurna sholatnya orang yang telah terhidang makannya, serta ketika
menahan keluarnya angin dan buang air.” (HR Bukhari & Muslim).
[10] HR Abu Daud, Nasa’I dan Ibnu Khuzimah dengan sanad yang benar dan disahkan oleh Ibnu Hibban.
[11] HR Malik, Bukhari dan Abu ‘Uwanah.
[12] HR Nasa’I dan Daruquthni dengan sanadnya yang sahih.
[13] HR Abu Daud dan Ibnu Khuzaimah.
9
DO’A DAN BACAAN DALAM SHOLAT
A. Doa-Doa Pembuka
Rasulullah SAW membuka bacaan dengan doa-doa yang banyak dan bermacam-macam. Beliau SAW
memuji Alloh, mengagungkanNya dan menyanjungNya. Rasulullah telah memerintahkan demikian bagi
yang tidak benar sholatnya. Beliau bersabda ”Tidak sempurn sholat seseorang sehingga ia bertakbir,
bertahmid dan menyanjungNya serta membaca ayat-ayat al-Qur’an yang dihapal.” (HR Bukhari dan
Muslim).
Dalam bacaan pembukaan, terkadang Beliau SAW membaca doa sebagai berikut :
1. Allohumma baa’id baini wa baina khothoyaya ...... dan seterusnya.
2. Wajjahtu wajhiya lilladzi fathorossamawaati wal ardh ....... dan seterusnya.
3. Subhaanaka Allohumma wabihamdika wa tabaarakasmuka wadduka walaa ilaha ghoiruka, yang
artinya ”Mahasuci Engkau ya Alloh, Maha Terpuji Engkau, Mahamulia Engkau serta Mahatinggi
kehormatanMu dan tiada tuhan selain Engkau (HR Ibnu Mundih dan Nasa’i)
4. Dan lain-lain.
B. Tata Cara Bacaan Dalam Sholat
1. Membaca Ta’awwudz.
Kemudian Rasulullah SAW membaca ta’awwudz dengan mengucapkan ”A’udzubillahi
minasyaithonirrojim min hamazihi wanafkhihi wanafatsihi” (Aku berlindung kepada Alloh dari
godaan setan yang terkutuk dari semburannya, kesombongannya, dan embusannya) (HR Abu Daud,
Ibnu Majah, Daruquthni & Hakim).
Terkadang Beliau SAW menambahinya dengan ”A’udzubillahis-samii’il’alim minasysyaithoonirrojim”
(Aku berlindung kepada Alloh Yang Mahamendengan lagi Mahamengetahui dari
godaan setan yang terkutuk) (HR Abu Daud, Tirmidzi & Ahmad).
Setelah itu Beliau SAW membaca ”Bismillahir-rahman-nirrahim” (Dengan nama Alloh Yang
Mahapengasih dan Mahapenyayang) (dengan tanpa mengangkat/mengeraskan suara). (HR Bukhari,
Muslim & Ahmad)
2. Membaca Surat al-Faatihah, Ayat per Ayat
Kemudian Rasulullah SAW membaca surat al-Faatihah dengan memotong setiap ayat :
a. Bismillaahir-rahmanir-rahim.
b. Alhamdulillaahirab-bil’aalamiin.
c. Sampai dengan akhir ayat.
Demikian Rasulullah SAW membaca al-Fatihah sampai akhir surah. Beliau SAW tidak
menyambung ayat dengan ayat berikutnya. Demikian yang diriwayatkan Abu Daud dan Sahmi.
3. Membaca al-Faatihah Sebagi Rukun Dan Keutamaannya
10
Beliau selalu mengagunggkan surat ini dengan sabdanya ”Tidak sah sholat seseorang apabila belum
membaca surah al-Faatihah (dan seterusnya). (HR Bukhari, Muslim dan Baihaqi)
4. Mengeraskan Bacaan Bagi Makmum
Sebelumnya Rasulullah SAW membolehkan makmum membaca al-Fatihah dengan keras. Akan tetapi
pada suatu sholat Subuh Beliau SAW merasa terganggu oleh bacaan seorang makmum. Setelah
selesei sholat Beliau SAW bersabda ”Apakah kalian tadi ikut membaca bacaan imam?” Mereka
menjawab “Benar, akan tetapi dengan cepat wahai Rasulullah” Rasulullah berkata “Janganlah
kalian lakukan kecuali kalian membaca al-Fatihah. Sesungguhnya tidak sah sholat seseorang kecuali
membacanya.” (HR Bukhari, Abu Daud & Ahmad).
Tetapi kemudian membaca cara ini dilarang oleh Nabi SAW. Yaitu ketika Rasulullah SAW kembali
dari sholat jahr (sholat yang dibolehkan membaca al-Qur’an dengan keras). Dalam sebuah riwayat
dikatakan pertisiwa itu terjadi pada sholat Subuh. Beliau bersabda ”Adakah tadi kalian mengikutiku
membaca al-Qur’an dengan suara keras?” Seseorang menjawab ”Aku wahai Rasulullah” Nabi SAW
berkata ”Kenapa ada yang membaca demikian sehingga mengganggu bacaanku?” Abu Hurairah
berkata ”Maka para sahabat berhenti membaca al-Qur’an dengan keras dalam sholat dimana
Rasulullah mengeraskan bacaannya ketika mereka mendengar teguran dari Rasulullah. (Mereka
membaca tanpa suara pada sholat dimana imam tidak mengeraskan bacaan)” (HR Malik, Humaidi,
Abu Daud dan Bukhari).
Maka berdiam saat imam membaca al-Qur’an menjadi syarat kesempurnaan bermakmum. Rasulullah
SAW bersabda ”Sesungguhnya dijadikannya imam itu agar diikuti oleh makmum, maka apabila
mengucapkan takbir, ikutilah mengucapkan takbir. Janganlah membaca al-Qur’an, diam dan
dengarkanlah.” (HR Abu Daud, Muslim & Abu Uwanah).
Oleh karena itu makmum yang mendengarkan bacaan imam tidak perlu lagi turut membacanya.
Sabda Rasulullah SAW ”Barang siapa yang sholat bermakmum maka bacaan imam adalah menjadi
bacaannya juga.” (HR Daruquthni, Ibnu Majah & Ahmad). Ini untuk sholat-sholat yang jahr (imam
mengeraskan bacaannya).
5. Kewajiban Membaca Tanpa Suara
Adapun pada sholat-sholat yang harus membaca tanpa suara, Rasulullah SAW telah menetapkan
kehaursan membaca al-Qur’an padanya. Jabir berkata ”Kami membaca al-Faatihah dan surah al-
Qur’an pada sholat Dzuhur dan Ashar dibelakang imam pada dua rakaat pertama, sedangkan pada
dua rakaat berikutnya membaca al-Faatihah (saja).” (Riwayat Ibnu Majah).
6. Imam Mengucapkan Amin Dengan Mengangkat Suara
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Abu Daud disebutkan bahwa ketika Rasulullah SAW selesai
membaca al-Faatihah, Beliau SAW mengucapkan amin dengan suara jelas dan panjang. Orang-orang
yang bermakmumpun dianjurkan untuk mengucapkannya. Sabda Beliau SAW ”Apabila imam sholat
mengucapkan ”Ghoiril maghdhuubi’alaihim waladhaaliin” maka katakanlah ”Amin”.
(Sesungguhnya malaikiat berkata ”Amin” dan imampun mengucapkan ”Amin”). Dalam lafal lain
disebutkan bahwa jika seorang imam sholat mengucapkan amin, maka ikutilah dengan mengucapkan
amin. Apabila ucapan amin itu bersama dengan ucapan malaikat, (Dalam lafal lain disebutkan :
Apabila seseorang mengucapkan amin dalam sholat, dan para malaikat di langit mengucapkan amin
dengan bersamaan) niscaya dosa-dosanya akan diampuni.” (HR Bukhari, Muslim & Nasa’i).
11
Rasulullah SAW juga bersabda ”Tidak ada suatu yang paling menjadikan orang-orang Yahudi iri
kepada kalian kecuali ucapan salam dan amin (dibelakang imam).” (HR Bukhari, Ibnu Majah dan
Ahmad).
7. Bacaan Setelah Membaca al-Faatihah.
Setelah membaca al-Faatihah, Rasulullah SAW membaca surah lainnya. Terkadang membaca surah
panjang dan kadang surah pendek karena suatu penyebab seperti sedang dalam perjalanan, sakit batuk
atau sakit lainnya. Atau mendengar tangis anak kecil sebagaimana yang disebutkan oleh Anas bin
Malik ra.
8. Boleh Hanya Membaca al-Faatihah
Mu’adz pernah sholat Isya berjamaah dengan Rasulullah SAW di akhir waktu, lalu pulang. Disana ia
sholat lagi bersama sahabat-sahabatnya sebagai imam. Dlam jamaah itu terdapat seorang anak muda
bernama Sulaim dari bani Salamah. Anak muda itu merakan sholatnya terlalu lama, maka ia keluar
dan sholat sendiri di pojok masjid. Usai sholat ia bergegas keluar masjid dan menunggang untanya
langsung meninggalkan tempat itu.
Setelah sholat Mu’adz diberitahu akan kejadian ini. Ia berkata ”Sungguh hal ini perbuatan munafik!.
Aku akan laporkan apa yang diperbuatnya kepada Rasulullah.” Anak muda itu juga berkata ”Aku
juga akan adukan apa yang dilakukan kepada Rasulullah.”
Keesokan harinya mereka datang kepada Rasulullah. Mu’adz mengadukan apa yang dilakukan anak
muda itu, dan anak muda itupun melaporkan apa yang diperbuat oleh Mu’adz. Ia berkata ”Wahai
Rasulullah dia telah sholat yang lama denganmu. Lalu ia pulang dan mengimami kami dengan
lama”. Rasulullah menjawab ”Wahai Mu’adz akankah engaku membuat fitnah?” Rasulullah
bertanya kepada anak muda itu ”Apa yang engkau lakukan dalam sholatmu?” Ia menjawab ”Aku
membaca al-Faatihah, lalu berdoa memohon surga kepada Allah, dan berlindung dari siksa neraka.
Aku tidak tahu apa yang engaku baca dengan suara lirih dan yang dibaca Mu’adz” Nabi menyahut
”Aku dan Mu’adz seperti ini (telunjuk dan jari tengah).” Anak muda itu berkata ”Akan tetapi Mu’adz
akan tahu kalau musuh datang, sedangkan mereka telah diberitahu bahwa musuh telah datang di
tempat mereka.” Orang yang meriwayatkan hadits ini berkata ”Kaum tersebut kemudian datang
menyerang dan anak muda itu gugur sebagai syahid. Lalu Rasulullah SAW bersabda kepada Mu’adz
”Setelah peristiwa itu bagaimana kamu dengan orang yang mengadukanmu kepadaku?” Mu’adz
menjawab ”Wahai Rasulullah, Allah Mahabenar dan saya keliru. Anak muda itu telah gugur sebagai
syahid.” (HR Ibnu Khuzaimah, Baihaqi, Ahmad, Abu Daud, Bukhari & Muslim)
9. Membaca al-Faatihah Dengan Suara Keras dan Tanpa Suara Pada Sholat Lima Waktu Dan
Sholat Lainnya.
Pada sholat Suhubh dan pada rakaat pertama dan kedua pada sholat Maghrib dan ’Isya, Rasulullah
SAW membaca al-Faatihah dan surah lainnya dengan suara keras. Sedangkna pada sholat Dzuhur dan
Ashar Beliau SAW membacanya dengan tanpa suara. Para sahabat mengetahui apa yang dibaca oleh
Rasulullah SAW dalam sholat-sholat yang tanpa suara dari gerakan jenggotnya dan terkadang Nabi
SAW sendiri memperdengarkan bacaannya. Demikian penjelasan Bukhari dan Abu Daud.
Beliau SAW juga membaca dengan mengangkat (mengeraskan) suara pada sholat Jum’at , ’Idul Fitri,
’Idul Adha, Istisqa’ (sholat meminta hujan), dan sholat Kusuf (gerhana).
12
C. Bacaan-Bacaan Sholat Nabi SAW
Bacaan sholat Rasulullah SAW bermacam-macam. Kadang Nabi SAW membaca surat ar-Rum (60 ayat),
kadang ash-Shaffat (182 ayat), kadang surat Zalzalah (7 ayat) dan lain-lain.
D. Bacaan Tartil dan Memerdukan Suara
Perintah Allah terhadap Rasulullah SAW adalah agar membaca al-Qur’an dengan tartil, tidak pelan, dan
tidak terlalu cepat. Tetapi dibaca kalimat per kalimat sehingga bacaan satu surah lebih lama daripada
dibaca dengan biasa.
Beliau SAW bersabda ”Kelak akan dikatakan kepada orang yang membaca al-Qur’an ”Bacalah,
telitilah dan tartillah sebagaimana engkau mentartilkannya di dunia. Sesungguhnya kedudukanmu
adalah diakhir ayat yang engkau baca.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi).
Beliau menyuruh para sahabatnya untuk membaca al-Qur’an dengan suara merdu dalam sabdanya
”Hiasilah al-Qur’an dengan suaramu. Sesungguhnya suara yang bagus dapat menjadikan al-Qur’an
bertambah indah.” (HR Bukhari, Abu Daud & Hakim).
Beliau juga bersabda ”Sesungguhnya orang yang bagus suaranya adalah apabila engkau mendengarkan
suara bacaan al-Qur’an sedangkan kamu mengira bahwa dia adalah orang yang takut kepada Allah.”
(HR Thabrani, Ibnu Mubarak & Abu Nu’aim).
E. Membetulkan Bacaan Imam Yang Salah
Abu Daud, Ibnu Hibban dan Thabrani meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW menyuruh membetulkan
imam yang salah membaca al-Qur’an. Beliau pernah melakukan sholat dan salah dalam membaca al-
Qur’an. Usai sholat Beliau bertanya kepada Ubay, ”Apakah engkau sholat bermakmum dengan saya?”
Ubay menjawab ”Benar” Beliau menimpali ” Kenapa tidak membetulkan bacaanku yang salah?”
F. Berta’awwudz Dan Meludah Saat Sholat Untuk Menghilangkan Gangguan
Dalam hadits riwayat Muslim dan Ahmad disebutkan bahwa Utsman bin Abi ’Ash berkata kepada
Rasulullah SAW ”Wahai Rasulullah, sesungguhnya setan telah menggangguku ketika aku membaca al-
Qur’an saat sholat sehingga sholatku kacau.” Rasulullah SAW bersabda ”Itulah setan yang bernama
Khinzib. Jika engkau merasakan keahdirannya, bacalah ta’awwudz dan meludahlah ke sebelah kirimu
tiga kali.”
Utsman berkata ”Aku kemudian melakukannya sehingga Allah mengeyahkan setan dariku.”
TATA CARA RUKU DAN BACAANNYA
Setelah membaca al-Qur’an, Beliau SAW diam sejenak. Lalu Beliau SAW mengangkat kedua tangannya
sebagaimana yang telah dijelaskan pada penjelasan di depan dalam Takbiratul Ihram. Kemudian
mengucapkan Allahu Akbar, lalu ruku.
A. Tata Cara Ruku
Rasulullah SAW meletakkan kedua telapak tangannya pada kedua lututnya . Beliau SAW memerintahkan
sahabatnya melakukan yang demikian. Juga memerintahkan orang yang tidak benar sholatnya.
13
Kedua telapak tangan Beliau SAW tampak menekan kedua lututnya (seakan-akan mencengkram
keduanya). Beliau SAW merenggangkan jari-jarinya. Lalu memerintahkannya kepada orang yang tidak
benar sholatnya dalam sabdanya ”Jika engkau ruku letakkanlah kedua tangnmu di atas lututumu.
Kemudian renggangkanlah jari-jarimu sampai tulang belakangmu menjadi mapan ditempatnya.” (HR
Ibnu Khuzaimah & Ibnu Hibban).
Beliau SAW merenggangkan kedua sikunya dari lambungnya. Ketika ruku Beliau SAW membentangkan
dan meluruskan punggungnya sampai-sampai jika dituangkan air dari diatasnya tidak akan tumpah, Lalu,
Beliau SAW bersabda kepada orang yang tidak benar sholatnya ”Jika engkau ruku, letakkanlah tangamu
pada kedua lututmu. Lalu, bentanglah punggungmu dan tekanlah tanganmu dalam rukumu.” (HR
Ahmad & Abu Daud).
Rasulullah SAW tidak membungkuk terlalu kebawah dan tidak pula mendongakkan terlalu keatas. Akan
tetapi tengah-tengah di antara keduanya.
B. Wajib Thumaninah Dalam Ruku
Beliau SAW dengan thumaninah (tenang) dan memerintahkan demikian kepada orang yang tidak benar
sholatnya sebagaimana yang dijelaskan diatas. Sabda Beliau SAW ”Sempurnakanlah ruku dan sujudmu.
Demi jiwaku yang berada dalam genggamanNya, sesungguhnya aku benar-benar melihat kamu dari
balik punggungku saat kamu ruku dan sujud.” (HR Bukhari & Muslim).
Dalam riwayat Ath-Thayalisi dan Ahmad, Abu Hurairah berkata ”Kekasihku Rasulullah SAW
melarangku bersujud dengan cepat seperti halnya ayam yang mematuk makanan, menoleh-nolah seperti
musang dan duduk sepeti kera.”
Rasulullah SAW juga bersabda ”Pencuri yang paling jahat adalah pencurian yang mencuri dalam
sholatnya.” Para sahabat bertanya ”Wahai Rasulullah bagaimana yang dimaksud dengan mencuri
dalam sholat itu?” Rasulullah menjawab ”Yaitu orang yang tidak sempurna ruku dan sujudnya dalam
sholat.” (HR Thabrani dan Hakim).
Ketika sedang sholat, Beliau SAW melirik orang yang sujud dan ruku dengan punggung tidak lurus. Usai
sholat Beliau SAW bersabda ”Wahai kaum muslimin, sesungguhnya tidak sah sholat seseorang yang
tidak meluruskan punggungnya dalam ruku dan sujud.” (HR Ibnu Majah & Ahmad).
C. Bacaan-Bacaan Ruku
Dalam ruku Rasulullah SAW membaca bacaan yang beragam. Terkadang membaca sebuah bacaan dan di
lain kesempatan membaca bacaan lain. Diantara bacaan Beliau SAW adalah
a. ”Sub hana rabbiyal’adhim” (3x) (”Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung”) (Dibaca 3 kali)
(HR. Ahmad, Abu Daud & Ibnu Majah). Terkadang membacanya lebih dari 3 kali (yang
menunjukkan lamanya sholat Beliau SAW).
Bahkan pada suatu kali dalam sholat lail Beliau SAW membacanya dengan mengulang-ulang
sehingga lama ruku’nya sama dengan lama berdirinya. Padahal Beliau membaca 3 surah panjang (al-
Baqarah, an-Nisaa dan Ali Imran) diselingi dengan doa-doa dan istighfar.
b. ”Sub hana rabbiyal’adhimi wabihamdih” (3x) (”Mahasuci dan Mahaagung Allah, segala
puji bagiNya”) (Dibaca 3 kali) (HR Abu Daud, Daruquthni, Ahmad & Thabrani).
14
c. ”Sub hanaka allahumma wabihamdika allahummagh firli” (”Mahasuci Engkau wahai
Thuhan dan dengan memujiMu ampunilah aku”)
Rasulullah SAW memperbanyak dao ini dalam ruku dan sujudnya.
d. Dan lain-lain.
D. Larangan Membaca Al-Qur’an Saat Ruku
Beliau SAW melarang membaca al-Qur’an saat ruku dan sujud dalam sabdanya ”Ketahuilah
sesungguhnya aku melarang bacaan al-Qur’an saat ruku. Hendalah kalian mengagungkan Tuhan Yang
Mahaperkasa. Sedangkan dalam bersujud hendaknya bersungguh-sungguhlah berdoa karena doa itu
tentu dikabulkan.” (HR Muslim & Abu Uwanah).
E. Bangun dari Ruku (I’tidal) dan Bacaannya
Kemudian Rasulullah SAW bangkit dari ruku sambil mengucapkan ”Sami allahu liman hamidah” (Allah
mendengar ornag yang memujiNya”) (HR Bukhari & Muslim).
Beliau SAW memerintahkan demikian kepada orang yang tidak benar sholatnya dalam sabdanya ”Tidak
sempurna sholat seseorang sehingga bertakbir. Kemudian ruku lalu mengucapkan Sami’a Allahu liman
hamidah (Allah mendengar orang yang memujiNya) sampai berdiri dengan tegak” (HR Abu Daud dan
Hakim)
Ketika berdiri dengan tegak Beliau mengucapkan ”Rabbanaa walakal hamdu” (”Wahai Tuhan kami dan
segala puji hanyalah milik-Mu”) (HR Bukhari dan Ahmad)
Rasulullah SAW memerintahkan demikian kepada semua orang yang sholat, baik makmum maupun
bukan makmum dalam sabdanya ”Sholatlah seperti kalian melihatku sholat” (HR Bukhari & Ahmad).
Rasulullah SAW juga bersabda ”Sesungguhnya imam dijadikan tiada lain untuk diikuti. Jika imam
mengucapkan ’Sami’a Allhu liman Hamidah’, maka ucapkanlah Allahumma walakal hamdu.’ Pasti Allah
mendengar ucapan kalian. Sesungguhnya Allah berfirman melalui ucapan RasulNya, ’Sami’a Allahu
liman Hamidah’.” (HR Muslim, Abu Uwanah, Ahmad & Abu Daud).
Penyebab masalah ini dipertegas dalam hadits lain ”Sesungguhnya barangsiapa yang ucapannya itu
berbarengan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosa-dosa yang telah dilakukannya
sebelumnya.” (HR Bukhari & Muslim).
Rasulullah SAW mengangkat tangan saat berdiri i’tidal seperti telah dijelaskan pada takbiratul ihram
didepan, dengan mengucapkan bacaan berikut :
1. ”Rabbanaa walakal hamdu” (HR Bukhari & Muslim). Masalah mengangkat tangan
ini sanadnya benar-benar dari Rasulullah SAW. Pendapat ini juga diperkuat oleh jumhur ulama dan
sebagian penganut mazhab Hanafi.
2. ”Rabbana lakal hamdu” (HR. Bukhari & Muslim).
3. ”Allahumma rabbana walakal hamdu” (HR Bukhari & Muslim)
4. ”Allahumma rabbana lakal hamdu” (HR Bukhari & Muslim).
5. Rasulullah SAW memerintahkan berbuat demikian dalam sabdanya ”Apabila imam
mengucapkan ’Sami’a Allahu liman hamidah’ maka ucapkanlah ’Allahumma Rabbana lakal hamdu’.
15
Barangsiapa yang ucapannya bersamaan dengan ucapan malaikat niscaya akan diampuni dosadosanya
yang telah lalu.” (HR Bukhari & Muslim).
6. Terkadang Beliau SAW menambah dengan lafal ”Milussamawaati wamil ul ardli
wamil umaasyikta min syai in ba’du.” (Mencakup seluruh langit dan bumi dan semua yang Engkau
kehendaki selain dari itu.” (HR Muslim & Abu Uwanah).
7. Dan lain-lain.
F. Memperpanjang Berdiri I’tidal dan Kewajiban Thumuninah.
Lama berdiri i’tidal Rasulullah SAW sama seperti rukunya, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas.
Bahkan kadang Rasulullah SAW berdiri lama sampai dianggap lupa oleh sahabatnya karena lamanya
Beliau berdiri. Demikian yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim dan Ahmad.
Rasulullah SAW bersabda ”Kemudian tegakkanlah kepalamu sampai engkau berdiri tegak (sampai
semua tulang kembali menempati tempatnya masing-masing). (Dalam sebuah riwayat dikatakan :
Apabila kamu berdiri i’tidal, maka tegakkanlah kepalamu sampai tulang-tulang kembali kepada
posisinya semula).” (HR Bukhari, Muslim, Hakim & Ahmad).
Beliau juga bersabda ”Allah tidak akan melihat sholat seorang hamba yang tidak meluruskan tulang
punggungnya antara ruku dan sujudnya.” (HR Ahmad & Thabrani)
TATA CARA DAN BACAAN SUJUD SERTA DUDUK DIANTARA DUA SUJUD
Setelah i’tidal Rasulullah SAW bertakbir dan turun bersujud. Beliau SAW memerintahkan yang demikian ini
kepada orang yang tidak benar sholatnya dalam sabdanya ”Tidaklah sempurna sholat seseorang sampai ia
mengucapkan ’Sami’ Allahu liman hamidah’ sampai tegak berdiri. Kemudian mengucapkan takbir, lalu
bersujud sampai ruas tulang belakangnya kembali sempuran.” (HR Abu Daud & Hakim).
Dalam hadits riwayat Abu Ya’la dan Ibnu Khuzaimah disebutkan bahwa jika hendak sujud, Nabi SAW
mengucapkan takbir (dan Beliau SAW merenggangkan tangannya dari lambungnya), lalu bersujud.
Sedangkan dalam riwayat Nasa’i dan Daruquthni disebutkan bahwa kadang Beliau SAW mengangkat kedua
tanganya bila hendak bersujud.
A. Turun Bersujud Dengan Mendahulukan Kedua Tangan
Rasulullah SAW meletakkan kedua tangannya di atas tanah sebelum kedua lututnya. Beliaupun
memerintahkan sahabatnya melakukan hal demikian ”Apabila seseorang dari kalian hendak bersujud,
hendaknya tidak melakukannya seperti duduknya unta. Tetapi hendaknya meletakkan tangannya sebelum
meletakkan kedua lututnya.” (HR Abu Daud dan Nasa’i).
Beliau SAW bersabda, ”Sesungguhnya kedua tangan turut bersujud sebagaimana sujudnya wajah.
Apabila seseorang dari kalian meletakkan wajahnya diatas tanah, maka hendaklah meletakkan juga
kedua tangannya. Apabila mengangkat wajahnya maka hendaknya mengangkat juga kedua tangannya.”
(HR Ibnu Khuzaimah, Ahmad & Siraj).
16
Dalam bersujud Beliau meletakkan telapak tangannya, mengembangkannya[1], serta mengarahkannya ke
arah kiblat[2]. Beliau meletakkan kedua tangannya sejajar dengan kedua bahunya[3], dan terkadang sejajar
dengan kedua telinganya[4].
Dalam hadits riwayat Abu Daud dan Ahmad disebutkan bahwa Nabi SAW menekan hidung dan dahinya
ke tanah. Beliau berkata kepada orang yang sholatnya tidak benar ”Jika engkau bersujud maka
lakukanlah dengan menekan.”
Dalam riwayat lain disebutkan ”Bila engkau bersujud, maka lakukanlah dengan cara menekan wajah
dan kedua tanganmu sampai seluruh ruas tulangmu kembali ke tempatnya.” (HR Ibnu Khuzaimah.)
Beliau bersabda, ”Tidak sah sholat seseorang yang hidungnya tidak menyentuh tanah sebagai mana
halnya dahinya.” (HR Daruquthni, Thabrani dan Abu Na’im).
Beliau menekan kedua lututnya dan ujung kedua telapak kakinya. Menghadapkan ujung jarinya ke arah
kiblat, merapatkan tumitnya dan menegakkan telapak kakinya.Beliau pun menyuruh berbuat demikian.
Inilah tujuh anggota yang dipergunakan Nabi SAW untuk bersujud, yaitu dua telapak tangan, dua lutut,
dua kaki, dahi dan hidung. Rasulullah SAW menjadikan dua anggota terakhir (dahi dan hidung) menjadi
satu dalam sujud. Beliau SAW bersabda ”Aku perintahkan untuk bersujud, (dalam riwayat lain
disebutkan : Kami diperintahkan untuk bersujud dengan menggunakan 7 anggota badan) yaitu dahi,
(dan menunjuk hidungnya dengan tangan) serta kedua tangan, (Dalam lafal lain disebutkan : Dua
telapak tangan, dua lutut, ujung kedua telapak kaki, dan kami tidak boleh menyibak[5] baju dan
rambut).” (HR Bukhari dan Muslim).
Beliau bersabda ”Apabila seorang hamba bersujud, hendaklah menyertakan 7 anggota badan (wajah,
kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua telapak tangan).” (HR Muslim, Abu Uwanah dan Ibnu
Hibban).
Dalam hadits riwayat Muslim, Abu Uwanah dan Ibnu Hibban disebutkan bahwa Nabi SAW berkomentar
terhadap orang yang sholat sedangkan rambutnya diikat dari belakang, ”Orang yang sholatnya seperti itu
sama halnya dengan orang yang sholat menggelung rambunya.”[6] Beliau juga bersabda ”Yang demikain
ini menjadi tempat duduk setan.” (HR Abu Daud dan Tirmidzi).
Rasulullah SAW tidak membentangkan kedua lengannya[7], akan tetapi Beliau SAW mengangkat kedua
lengannya, menjauhkan dari sisinya sehingga tampak bulu ketiak putihnya dari belakang[8]. Apabila
seekor anak domba menerobos di bawah lengannya, tentu dengan mudah dapat melewatinya[9].
[1] HR Abu Daud dan Hakim serta dibenarkan olehnya serta disetujui oleh Zahabi.
[2] HR Ibnu Khuzaimah, Baihaqi dan Hakim serta dibenarkan olehnya dan setujui oleh Zahabi.
[3] HR Baihaqi dengan sanad yang sahih, Ibnu Abi Syaibah (1/82/2) dan Siraj dari jalur lain.
[4] HR Abu Daud dan Tirmidzi serta dibenarkan olehnya dan Ibnu Mulqin (27/2). Disebutkan dalam kitab Irwa’u al-Ghalil (309)
[5] Maksudnya adalah menyibak lengan baju dan rambut agar tidak terurai ke bawah pada waktu ruku dan sujud sebagaimanan
disebutkan dalam kitab an-Nihayah. Larangan inii tidak hanya pada waktu sholat. Bahkan apabila sebelum masuk sholat dia
melakukannya, maka menurut jumhur ulama tidak dibolehkan. Hal ini diperkuat oleh larangan Nabi SAW pada seorang laki-laki
yang menyibak rambutnya saat sujud.
[6] Maksudnya adalah menyibak lengan baju dan rambut agar tidak terurai ke bawah pada waktu ruku atau sujud sebagaimana
disebutkan dalam kitab an-Nihayah. Larangan ini tidak hanya pada waktu sholat. Bahkan apabila sebelum masuk sholat dia
melakukannya maka menurut jumhur ulama tidak dibolehkan. Hal ini diperkuat oleh larangan Nabi SAW pada seorang laki-laki
yang menyibak rambutnya saat sujud.
[7] HR Bukhari & Abu Daud.
[8] HR Bukhari & Muslim. Desebutkan dalam Irwa’u al-Ghalil (354)
[9] HR Muslim, Abu ‘Uwanah dan Ibnu Hibban
17
Beliau SAW melebarkan lengannya sehingga seorang sahabatnya berkata ”Mungkin kami bisa
menerobos di bawah ketiaknya, saking lebarnya jarak antara lengan dan lambungnya dalam bersujud.”
Demikian yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah. Beliau SAW memerintahkan melakukan
hal itu dalam sabdanya ”Apabila engkau bersujud, letakkanlah tanganmu dan angkatlah kedua sikumu.”
(HR Muslim dan Abu Uwanah).
”Bersujudlah kamu dengan lurus dan janganlah membentangkan kedua lenganmu seperti
membentangkannya (dalam lafal lain disebutkan : Seperti membentangkan kakinya) anjing.” (HR
Bukhari, Muslim, Abu Daud dan Ahmad).
”Janganlah seseorang dari kalian membentangkan kedua lengannya seperti anjing membentangkan
kakinya.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
”Janganlah kamu membentangkan kedua lenganmu (seperti binatang). Tetapi tegakkanlah lengamu dan
jauhkanlah dari lambungmu. Karena bila engkau melakukan seperti itu maka setiap anggota badan ikut
bersujud denganmu.” (HR Ibnu Khuzaimah dan Hakim)
A. Kewajiban Thumuninah Dalam Sujud
Rasulullah SAW selalu memerintahkan agar menyempurnakan ruku dan sujud. Orang yang tidak
melakukannya diperumpamakan seperti orang yang lapar. Ia memakan satu atau dua butir kurma yang
tidak mengenyangkan sama sekali. Beliau SAW bersabda ”Orang yang demikian itu adalah pencuri
yang paling buruk.”
Beliau SAW menyatakan tieak sah sholat orang yang ruku dan sujudnya tidak lurus, sebagaimana yang
telah diuraikan pada bab Ruku.
B. Doa-doa Sujud
Dalam sujudnya Rasulullah SAW membaca beberapa zikir dan doa yang berbeda-beda, diantaranya
sebagai berikut :
1. ”Subhana rabbiyal a’la” (”Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi”), tiga kali atau lebih.
Pernah dalam sholat malam Rasulullah SAW mengucapkan berulang-ulang sehingga lama sujudnya
hampir sama dengan berdirinya. Padahal dalam berdirinya Beliau SAW membaca 3 surah yang
panjang (al-Baqarah, an-Nisaa dan Ali Imran), diselingi dengan bacaan doa dan istighfar sebagaimana
yang dijelaskan dalam sholat lail (malam, tahajjud)
2. ”Subhaana rabbiyal a’la wabihamdih.” (”Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi dan segala puji
bagiNya”).
3. ”Subbuuhun qudduusun rabbul malaaikati warruuhu.” (”Mahasuci dan Mahakudus, Tuhan malaikat
dan ruh).
4. ”Subhaanaka allahumma rabbanaa wabihamdika allahummaghfirlii.” (”Mahasuci Engkau, wahai
Tuhan, Tuhan kami dan dengan memujiMu wahai Tuhan, ampunilah aku”). (HR Bukhari dan
Muslim). Bacaan ini banyak Beliau SAW baca pada saat ruku dan sujudnya sebagaimana yang
diperintahkan al-Qur’an.
5. Dan lain-lain.
18
C. Larangan Membaca Al-Qur’an Ketika Sujud
Rasulullah SAW melarang membaca al-Qur’an ketika ruku dan sujud. Namun Beliau SAW menyuruh
untuk bersungguh-sungguh dan memperbanayk doa waktu sujud sebagaimana diterangkan dalam bab
Ruku.
Rasulullah SAW bersabda ”Seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika ia sedang
sujud maka perbanyaklah doa (dalam sujud).” (HR Muslim, Abu Uwanah dan Baihaqi).
D. Melamakan Sujud
Lama Rasulullah SAW melakukan sujud adalah hampir sama dengan lama Beliau SAW melakukan ruku.
Bahkan lebih lama lagi jika Beliau SAW sedang menghadapi masalah yang sulit sebagaimana dikatakan
oleh sahabat Beliau ” Rasulullah SAW keluar menemui pada waktu sholat Dhuhur atau Ashar. Ketika itu
Beliau menggendong Hasan dan Husen. Rasulullah SAW maju lalu meletakkan gendongannya disebelah
kanannya. Kemudian bertakbir untuk melakukan sholat, lalu sujud dalam sholatnya itu. Beliau SAW
bersujud lama sekali.” Perawi berkata ”Aku mengangkat kepalaku diantara orang banyak. Tapi ternyata
anak kecil itu berada diatas punggung Beliau, padahal Beliau sedang sujud. Kemudian aku kembali
sujud. Ketika Rasulullah SAW selesai melakukan sholat, orang-orang bertanya ”Wahai Rasulullah
engkau melakukan sujud dalam sholatmu ini lama sekali sehingga kami mengira bahwa telah terjadi
sesuatu atau engkau sedang menerima wahyu.” Beliau bersabda ”Semua itu tidak terjadi tetapi cucuku
ini naik diatas punggungku dan aku tidak senang tergesa-gesa sampai anak ini puas dengan
keinginannya.”
E. Keutamaan Sujud
Rasulullah SAW bersabda ”Tidak ada seorang pun dari umatku kecuali aku mengenalnya pada hari
kiamat kelak.” Para sahabat bertanya ”Wahai Rasulullah bagaimana Anda mengenal mereka padahal
mereka berada diantara banyak makhluk?” Beliau bersabda ”Bagaimana pendapatmu jika diantara
kumpulan kuda yang berwarna hitam terdapat seekor kuda yang berwarna putih di dahinya dan pada
kaki-kakinya” Bukankah engkau dapat mengenalinya?” Jawab mereka ”Ya.” Beliau bersabda
”Sesungguhnya pada hari itu umatku memancarkan cahaya putih dari wajahnya yang bekas sujud dan
cahaya putih diwajar, tangan dan kaki yang bekas wudhu.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Beliau SAW juga bersabda ”Jika Allah ingin memberikan rahmat kepada ahli neraka maka Allah
memerintahkan malaikat untuk mengeluarkan mereka yang menyembah Allah lalu malaikat
mengeluarkan mereka. Mereka dikenal karena ada bekas sujud pada wajahnya dan Allah
mengharamkan neraka untuk memakan tanda bekas sujud sehingga mereka dikeluarkan dari neraka.
Semua anggota anak Adam akan dimakan oleh api neraka kecuali tanda bekas sujud.” (HR Bukhari &
Muslim).
F. Sujud Diatas Tanah Dan Tikar
Rasulullah SAW biasa sujud diatas tanah karena masjid Beliau tidak beralaskan tikar atau lainnya.
Banyak hadits yang menerangkan hal ini diantaranya hadist Abu Said al-Khudri.
Dalam hadits riwayat Muslim dan Abu Uwanah disebutkan bahwa para sahabat melakukan sholat
berjamaah bersama Beliau ketika cuaca sangat panas. Jika diantara mereka ada yang tidak sanggup
menempelkan dahinya ke tanah, maka dia membentangkan kainnya dan sujud diatas kain tersebut.
19
Rasulullah SAW bersabda ”Bumi seluruhnya telah dijadikan sebagai masjid dan alat untuk bersuci
(tayamum) bagiku dan seluruh umatku. Untuk itu dimana saja seseorang dari umatku menemui waktu
sholat maka disitulah masjidnya dan alat bersucinya. Sebelumku mereka tidak dapat melakukan
demikain karena meraka sholat di gereja-gereja dan kuil-kuil.” (HR Ahmad dan Baihaqi).
Terkadang Beliau SAW melaksanakan sholat diatas tanah yang becek. Hal ini pernah terjadi pada pagi
hari tanggal 12 Ramadhan ketika turun hujan dan halaman masjid tergenang air sedangkan atapnya
terbuat dari pelepah kurma. Sehingga Rasulullah SAW terpaksa sujud diatas tanah yang becek. Abu Sa’id
al-Khudri dalam riwayat Bukhari dan Muslim berkata ”Saya melihat Rasulullah dan dikening serta
hidung Beliau terlihat bekas lumpur.”
Sementara itu dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa kadang Rasulullah SAW
sholat diatas khumrah (tikar atau anyaman selebar sapu tangan) atau diatas tikar kecil. Nabi SAW pernah
sujud diatas tikar yang sudah hitam karena sudah lama dipakai.
H. Bangkit Dari Sujud (I’tidal)
Rasulullah SAW mengangkat kepalanya dari sujud (i’tidal) seraya mengucapkan takbir. Beliau SAW
memerintahkan orang yang salah dalam sholatnya untuk melakukan yang demikian, ”Tidak sempurna
sholat seseorang hinga sujud sampai tulang punggungnya tenang, kemudian mengucapkan Allhu Akbar.
Lalu bangkit dari sujud sehingga duduk dengan tegak.” (HR Ahmad dan Abu Daud).
Terkadang Beliau SAW mengangkat kedua tangannya seraya mengucapkan takbir. Kemudian
membentangkan kaki kiri dan duduk diatas telapaknya dengan tenang. Beliau SAW juga menyuruh orang
yang salah dalam sholatnya untuk melakukannya dan Beliau bersabda kepada orang itu ”Jika kamu
bersujud maka hendaknya kamu menekan. Apabila bangkit dari sujud (i’tidal) maka duduklah diatas
betis kirimu.” (HR Bukhari dan Baihaqi).
Beliau SAW menegakkan kaki kanannya dan menghadapkan jari-jari kanannya ke arah kiblat.
I. Thumuninah Ketika Duduk Diantara Dua Sujud
Terkadang Rasulullah SAW duduk dengan menegakkan telapak kaki dan tumit kedua kakinya.
Rasulullah SAW melakukan duduk diantara dua sujud dengan thumuninah sehingga tuliang belakangnya
rata dan mapan. Beliau SAW juga menyuruh orang yang salah dalam sholatnya untuk melakukan hal itu.
Beliau SAW bersabda ”Tidak sempurna sholat seseorang diantara kamu sehingga dia melakukan yang
demikian.” (HR Abu Daud dan Hakim).
Beliau SAW melamakan duduknya sehingga hampir sama dengan sujudnya. Demikian yang
diriwayatkan Bukhari dan Muslim. Terkadang Beliau SAW diam lama sampai ada yang mengatakan
”Beliau telah lupa.”
J. Doa Ketika Duduk Diantara Dua Sujud
Ketika duduk diantara dua sujud Rasulullah SAW membaca doa sebagai berikut :
1. ”Rabbighfirlii warhamnii wajburnii warfa’nii, wahdinii, wa’aanifinii, warzuqnii.” (”Ya Allah
ampunilah aku, kasihanilah aku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku petunjuk,
jadikanlah aku sehat dan berilah rizki.” (HR Daud, Tirmidzi dan Ibnu Majah).
2. ”Rabbighfirlii rabbighfirlii.” (Wahai Tuhan, ampunilah aku, ampunilah aku”)
20
Beliau kadang membaca kedua doa tersebut ketika sholat malam[1]. Kemudian Beliau bertakbir dan sujud
yang kedua kalinya. Beliau menyuruh orang yang salah dalam sholatnya untuk melakukan yang
demikian. Beliau SAW mengatakan kepadanya setelah menyuruhnya untuk melakukan thumuninah
ketika duduk antara dua sujud ”Kemudian hendaknya kamu mengucapkan Allahu Akbar. Lalu sujud
sehingga ruas-ruas tulang punggungmu rata atau mapan. Kemudian melakukan hal itu dalam semua
sholat kamu.” (HR Abu Daud dan Hakim).
Nabi SAW kadang mengangkat kedua tangannya seraya mengucapkan takbir. Beliau SAW melakukan
sujud kedua sebagaimana sujud pertama kemudian bangkit sambil mengucapkan takbir.
Beliau SAW menyruh melakukan itu kepada orang yang salah dalam sholatnya sebagaimana perkataan
Beliau kepada orang tersebut setelah menyuruhnya untuk melakukan sujud yang kedua. Kemudian
Beliau mengangkat kepalanya dan bertakbir. Beliau mengatakan kepadanya ”Kemudian lakukanlah hal
itu dalam setiap ruku dan sujud. Jika kamu melakukannya maka sempurnalah sholatmu. Tapi jika kamu
menguranginya sedikit saja dari hal itu maka kamu telah mengurangi sholatmu.” (HR Ahmad dan
Tirmidzi).
Setelah itu Beliau SAW duduk tegak. Yaitu duduk diatas telapak kaki kirinya dengan tegak sampai setiap
ruas tulang punggungnya mapan. Kemudian Nabi SAW bangkit ke rakaat kedua dengan tangan bertumpu
ke tanah. Demikian diriwayatkan Bukhari dan Syafi’i.
Menurut riwayat Abu Ishaq dan Bihaqi Nabi SAW bertumpu pada kedua tangannya jika berdiri ke rakaat
berikutnya. Lalu ketika berdiri pada rakaat kedua, Beliau SAW mengawali bacaan dengan alhamdulillah
tanpa diam lebih dahulu. Demikian menurut Muslim dan Abu Uwanah. Pada rakaat kedua ini Nabi SAW
melakukan seperti yang Beliau SAW lakukan pada rakaat pertama, hanya saja bacaannya lebih pendek.
Nabi SAW telah memerintahkan orang yang sholatnya salah untuk membaca al-Faatihah pada setiap
rakaat sebagaimana sabda Beliau kepada orang tersebut setelah membaca al-Faatihah pada rakaat
pertama, ”Kemudian lakukanlah seperti itu pada seluruh sholatmu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain disebutkan ”Pada setiap rakaat dalam sholatmu.” (HR. Ahmad). Dalam riwayat lain
Beliau SAW bersabda ”Pada setiap rakaat ada bacaan (al-Faatihah).” (HR Ibnu Majah dan Ibu
Hibban).
TASYAHHUD AWAL
Rasulullah SAW duduk tasyahud setelah rakaat kedua, jika sholat yang dilakukannya hanya dua rakaat,
seperti sholat Subuh. Menurut Nasa’i Beliau SAW duduk iftirasy’ (duduk diatas telapak kaki kiri yang
dihamparkan dalam telapak kaki kanan yang ditegakkan), seperti ketika Beliau duduk diantara dua sujud.
Demikian juga apabila Beliau SAW duduk pada tasyahhud awal dalam sholat tiga atau empat rakaat.
[1] Doa-doa ini tidak khusus dibaca pada sholat sunnah saja, melainkan disyariatkan juga untuk sholat fardhu, karena sholat sunnah
dan fardhu tidaklah berbeda. Demikianlah menurut Imam Syafi’I, Ahmad dan Ishaq. Mereka mengatakan bahwa doa-doa ini boleh
dibaca pada waktu sholat fardhu dan sholat sunnah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi. Imam Thahawi juga
mengatakan demikain sebagaimana disebutkan dlam kitab Musykil al-Atsar. Pandangan yang benar akan menguatkan hal itu.
Karena dalam semua bagian sholat telah disyariatkan adanya doa, maka sepatutnya hal itu juga berlaku disini. Hal ini tidak sulit
untuk dipahami.
21
Beliau SAW menyuruh orang yang salah sholatnya untuk melakukan hal itu sebagaimana sabdanya ”Bila
kamu duduk dipertengahan sholat, hendaklah kamu melakukan thumuninah. Lalu hamparkanlah telapak
kaki kirimu kemudian bacalah tasyahud.” (HR Abu Daud dan Baihaqi).
Dalam hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah, Thayalisi dan Ahmad, Abu Hurairah r.a mengatakan bahwa Nabi
SAW telah melarangnya duduk diatas tumit seperti duduknya anjing. Dalam hadits Muslim dan Abu
Uwanah, Nabi SAW melarang duduk diatas tumit seperti duduknya setan.
Muslim dan Abu Uwanah meriwayatkan bahwa apabila duduk tasyahhud, Nabi SAW meletakkan tangan
kanan diatas paha kanannya (dalam riwayat lain disebutkan : pada lutut kanannya) dan meletakkan telapak
tangan kirinya pada paha kiri (dalam riwayat lain disebutkan : pada lutut kirinya). Merenggangkan telapak
tangannya diatas lutut.
Menurut Nasa’i, Nabi SAW meletakkan siku kanan diatas pada kanannya. Nabi SAW melarang bertumpu
pada tangan kirinya pada waktu duduk tasyahud dalam sholat sebagaimana sabdanya ”Cara semacam itu
adalah cara sholat orang Yahudi.” (HR Baihaqi dan Hakim).
Dalam hadits lain disebutkan ”Janganlah engkau duduk seperti itu karena duduk seperti tiu adalah duduknya
orang yang sedang diazab.” (HR Ahmad dan Abu Daud).
Dalam hadits lain disebutkan ”Duduk seperti itu adalah cara duduk orang-orang yang dimurkai Allah.” (HR
Abdur Razzaq).
1. Menggerakkan Jari Telunjuk Ketika Duduk Tasyahhud.
Dalam hadits riwayat Muslim dan Abu Uwanah disebutkan bahwa Nabi SAW merenggangkan telapak
tangan kiri diatas lutut kirinya. Tetapi Beliau SAW menggenggam semua jari tangan kanannya dan
mengacungkan telunjuknya ke kiblat. Lalu mengarahkan pandangan mata ke telunjuknya.
Pada riwayat yang sama disebutkan bahwa ketika Beliau SAW mengacungkan telunjuknya ibu jarinya
memegang jari tengah. Terkadang ibu jari dan jari tengahnya membentuk lingkaran.
Abu Daud dan Nasa’i meriwayatkan bahwa Nabi SAW menggerak-gerakkan jari telunjjuknya sembil
berdoa. Beliau bersabda ”(Gerakan jari telunjuk) lebih ditakuti setan daripada pukulan besi.” (HR Ahmad
dan Bukhari).
Sebagian sahabat Nabi SAW telah mengambil suatu perbuatan atau meniru perbuatan sahabat yang lain
yaitu menggerakkan telunjuknya sambil berdoa. Beliau SAW melakukan ini dalam dua tasyahhudnya
(tasyahhud awal dan akhir).
Dalam hadits riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Nasa’i disebutkan bahwa Nabi SAW pernah melihat seorang
sahabat berdoa sambil mengacungkan dua jarinya. Lalu Beliau SAW bersabda sambil mengacungkan
telunjuknya kepada orang itu ”Satu saja! Satu saja!.”
2. Kewajiban Duduk Tasyahhud Awal Dan Membaca Doa
Nabi SAW membaca doa tahiyat setiap dua rakaat. Yang pertama kali Beliau SAW lakukan dalam duduk
(pada rakaat kedua) adalah membaca “At-tahiyyatu lillah.” Apabila Beliau lupa melakukan duduk
(tasyahhud) pada dua rakaat yang pertama maka Beliau melakukan sujud sahwi. Beliau SAW menyuruh
melakukan itu, ”Bila kamu sekalian duduk pada setiap dua rakaat ucapkanlah at-tahiyyat. Kemudian
hendaklah seseorang memilih doa yang disenanginya dan memohon (apa yang diminta) kepada Allah
Yang Mahaperkasa dan Mahamulia.” (HR Nasa’i, Ahmad, dan Thabrani).
22
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW mengajarkan tasyahhud kepada
para sahabatnya seperti Beliau mengajarkan surah-surah al-Qur’an. Menurut sunnah (hadits riwayat Abu
Daud dan Hakim), bacaan tasyahhud ini diucapkan dengan samar.
3. Macam-Macam Bacaan Tasyahhud
Rasulullah SAW mengajarkan kepada para sahabatnya berbagai macam bacaan tasyahhud.
1. Tasyahhud Ibnu Mas’ud
Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa Rasulullah SAW mengajarkan tasyahhud sambil menggenggam
tangannya seperti Beliau mengajarkan surah al-Qur’an,
”Attahiyyatulillah, washolawaatu wath-thoyyibaatu, assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu ...... (Semua
ucapan penghormatan, pengagungan, dan pujian hanya milik Allah. Segala pemeliharaan dan
pertolongan Allah akan diberikan untukmu, wahai Nabi ..........) (dan seterusnya).
2. Tasyahhud Ibnu Abbas.
Ibnu Abbas berkata ”Rasulullah telah mengajarkan kepada kami tasyahhud sebagaimana Beliau
mengajarkan kepada kami surah al-Qur’an dimana bacaan tersebut berbunyi,
”Attahiyyaatul mubaarakaatush sholawaatuth thoyyibaatulillah, assalaamu’alaika ayyuhan nabiyyu
warahmatullaahi bawarakaatuh ...... (Segala ucapan penghormatan, berkah dan karunia, ucapan
pengagungan dan pujian hanyalah milik Allah. Semua perlindungan dan pmeliharaan akan diberikan
untukmu, wahai Nabi, begitu pula rahmat Allah dan karuniaNya. .....) (dan seterusnya).
3. Tasyahhud Ibnu Umar
Rasulullah SAW mengucapkan dalam tasyahhudnya,
”Attahiyyatulillah, washolawaatu wath-thoyyibaatu, assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu
warahmatullaahi wabarakaatuh ..... (Semua ucapan penghormatan milik Allah, begitu pula kurnia
dan pengagungan. Segala pertolongan dan pemeliharaan akan diberikan untukmu, wahai Nabi
..........) (dan seterusnya).
4. Dan lain-lain.
Perlu diperhatikan :[2]
Lafal assalaamu’alaika ini hanya diucapkan pada saat Rasulullah SAW masih hidup saja oleh para
sahabat. Ketika Rasulullah SAW sudah meninggal, para sahabat tidak lagi menggunakan kata-kata
assalaamu’alaika lagi tetapi menggantinya dengan menggunakan kata assalaamu’alannabi. Demikian
yang telah dijelaskan oleh Ibnu Mas’ud.
Ibnu Mas’ud berkata ”(Tasyahhud No. 1 itu digunakan) Pada saat itu Beliau (Nabi SAW) berada
bersama kami, namun setelah Beliau SAW wafat, kami mengucapkan ’Assalaamu’alannabi ....... ( sampai
dengan selesei)’.” Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim dan Ibnu Abi Syaibah, II/90/I juga
[2] Tulisan ini diambil dari buku ”Biografi Syaikh Al-Albani, Mujaddin Dan Ahli Hadits Abad Ini” karangan Mubarak bin
Mahfudh Bamuallim LC. Diterbitkan oleh Pustaka Imam Asy-Syafi’i, dalam bab ’Sunnah-Sunnah Yang Dihidupkan Oleh Imam
Al-Albani’, halaman 101.
23
oleh Siraj dan Abu Ya’la dalam Musnadnya II, halaman 528 hadits ini ditakhrij dalam kitab Irwaa’ul
Ghaliil No. 321.
Demikian juga Ibnu Hajar yang berkata ” Benar telah sahih riwayat itu tanpa keraguan (karena telah tetap
riwayat tersebut dalam sahih al-Bukhari). Dan sungguh aku telah jumpai mutaba’an (riwayat yang lain)
yang menguatkannya.” ’Abdur razzaq berkata : Ibnu Juraij mengabarkan kepadaku, ia berkata, ’Atha’
mengabarkan kepadaku bahwasannya para sahabat dahulu ketika Nabi SAW masih hidup mengucapkan
assalaamu’alaika ayyuhannabiyyu. Setelah Beliau SAW wafat mereka mengucapkan
assalaamu’alannabi. Riwayat ini sanadnya shahih.
Untuk lebih jelas pembahasan masalah ini silahkan membaca buku ”Biografi Syaikh Al-Albani - Mujaddin
Dan Ahli Hadits Abad Ini” karangan Mubarak bin Mahfudh Bamuallim LC. Diterbitkan oleh Pustaka Imam
Asy-Syafi’i, dalam bab ’Sunnah-Sunnah Yang Dihidupkan Oleh Imam Al-Albani’, halaman 101.
D. Shalawat Nabi, Tempat Dan Lafalnya
Rasulullah SAW membaca shalawat untuk dirinya pada tasyahhud awal dan lainnya. Beliau SAW
menganjurkan umatnya untuk melakukan itu seperti Beliau memerintahkan untuk mengucapkan shalawat
setelah mengucapkan salam kepadanya. Beliau SAW mengajarkan kepada para sahabat berbagai macam
lafal shalawat. Diantaranya adalah sebagai berikut,
1. “Allahumma sholi ‘ala muhammad, wa’ala ahli baitih, wa’ala azwaajihi, wadzurriyyatihi, kamaa
shollaita ‘ala aali ibraahim, innaka hamiidun majiid, wabaarik ‘ala muhammad, wa’ala azwaajihii
wadzurriyyatihi, kamaa baarakta ‘ala baitihi aali ibraahim innaka hamiidun majid(Ya Allah
berikanlah rahmat kepada Muhammad [1] keluarganya, istrinya, dan keturunannya sebagaimana
Engkau (Allah) telah berikan kepada keluarga Ibrahim. …… (dan seterusnya).
Inilah lafal shalawat yang biasa dibaca Nabi SAW.
2. “Allahumma sholli ‘ala muhammad, wa’ala aali muhammad, kamaa shollaita ‘ala ib-roohiim,
wa’ala ib-rohiim, innaka hamiidun majiid, Allahumma baarik ‘ala muhammad, wa’ala aali
muhammad, kamaa baarokta ‘ala ib-roohiim, wa’ala ib-rohiim, innaka hamiidun majiid” (Ya Allah
berikanlah rahmat kepada Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau telah memberikan
rahmat kepada Ibrahim dan kepada keluarganya. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi
Mahaagung ………(dan seterusnya).
3. Dan lain-lain.
E. Bangkit Ke Rakaat Ketiga Dan Keempat
Dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW bangkit ke rakaat ketiga seraya
mengucapkan takbir. Beliau SAW memerintahkan orang yang shalatnya salah untuk melakukan itu
sebagaimana sabdanya, ”Kemudian lakukanlah seperti itu pada setiap rakaat dan sujud”.
[1] Pengertian shalawat Nabi yang paling baik telah dikemukakan oleh Abu ‘Aliyah bahwa maksud Allah bershalawat kepada Nabi
adalah Allah memuji dan memuliakannya. Sedangkan maksud Malaikat bershalawat kepada Nabi adalah mereka memohon kepada
Allah untuk memberi kedudukan terpuji dan terhormat kepada Beliau. Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari mengemukakan
pendapat yang populer tentang makna Allah bershalawat kepada Nabi yaitu Allah memberi rahmat kepadanya. Pembahasan secara
mendetail telah dipaparkan oleh Ibnu Qayyim dalam kitab Jala’ul Afham.
24
Nabi SAW mengucapkan takbir ketika bangkit dari duduk, kemudian Beliau SAW berdiri. Beliau SAW
kadang mengangkat kedua tangnnya bersamaan dengan mengucapkan takbir. Demikian yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Daud.
Apabila Beliau SAW hendak bangkit ke rakaat keempat, Beliau SAW mengucapkan ”Allahu akbar”.
Beliau SAW mengangkat kedua tangnnya bersamaan saat takbir. Beliau SAW menyuruh orang yang
shalatnya salah untuk melakukan seperti ini.
Kemudian Beliau SAW duduk tegak diatas kaki kirinya sampai ruas tulang punggungnya mapan (lurus).
Lalu, Beliau SAW bangkit seraya bertumpu dengan tangannya ke tanah. Demikian diriwayatkan Bukhari
dan Abu Daud.
F. Membaca Qunut Nazilah Pada Shalat Lima Waktu Karena Terjadi Musibah Yang Menimpa
Kaum Muslim
Imam Bukhari dan Ahmad meriwayatkan bahwa apabila Nabi SAW bermaksud memohon kebaikan atau
kecelakaan bagi seseorang, Beliau SAW membaca qunut (do’a dalam shalat pada posisi berdiri) pada
rakaat terakhir setelah bangkit dari ruku, yaitu setelah mengucapkan sami’allaahu liman hamidah,
allaahumma rabbana lakal hamdu. Beliau SAW mengucapkannya dengan suara keras seraya
mengangkat kedua tangannya dan para makmum dibelakang Beliau SAW mengamininya (membaca
amin).
Nabi SAW membaca qunut pada shalat-shalat wajib, tetapi Beliau SAW hanya melakukannya apabila
memohon kebaikan atau malapetaka untuk suatu kaum. Demikian yang diriwayatkan oleh Abu Daud,
Daruquthni dan Ibnu Khuzaimah.
Beliau SAW pernah membaca do’a qunut sebagai berikut ”Allahumma anjil waliidabnal waliid,
wasalamatabna hisyam, wa’ayyaasyabna abii rabii’at, allahummasydud wath ataka ‘ala mudhoro
waj’alhaa ‘alaihim kasinii yuusuf, allahummal’an lahyaana wara’laan wadzakwaana wa’ushoyyata
‘ashotillaha warasuulah” (Ya Allah selamatkanlah Walid bin Walid, Salamah bin Hisyam dan ’Ilyas bin
Abi Rabi’ah. Ya Allah kuatkanlah cengkeramanMu depada suku Mudhar dan turunkanlah malapetaka
kepada mereka seperti malapetaka pada zaman Yusuf. Ya Allah kutuklah suku Lahyan dan Ra’l,
Dzakwan dan para pendurhaka yang telah durhaka kepada Allah dan RasulNya) (HR. Ahmad, Bukhari
dan Muslim).
Setelah membaca qunut, Nabi SAW mengucapkan Allahu akbar, lalu sujud. Demikian menurut Nasa’i
dan Ahmad.
G. Membaca Qunut Witir
Dalam hadits riwayat Ibnu Nashr dan Daruquthni disebutkan bahwa Nabi SAW terkadang[2] membaca
qunut dalam shalat witir. Beliau SAW melakukan qunut itu sebelum ruku, sebagaimana diriwayatkan
Abu Daud dan Nasa’i.
[2] Para sahabat yang meriwayatkan shalat witir ini tidak menyebutkan adanya qunut. Maka kami katakan bahwa hal itu ”kadang”
Beliau SAW lakukan. Sebab bila Nabi SAW selalu melakukannya, tentu para sahabat akan meriwayatkannya. Memang hanya
Ubay bin Ka’ab yang meriwayatkan hal itu dari Nabi SAW. Hal ini menunjukkan bahwa Beliau SAW melakukannya kadangkadang
dan tidak wajib. Inilah yang menjadi pendapat jumhur ulama. Hal ini juga diakui ahli fikih, Ibnu Hammam dalam Kitab
Fathul Qadir (1/306, dan 360). Ia menyatakan bahwa mewajibkan qunut dalam witir adalah pendapat lemah yang tidak
berdasarkan dalil yang kuat. Hal ini merupakan sikap lapang dadanya (maksudnya Ibnu Hammam) dan tidak fanatik terhadap
mazhabnya. Sebab mazhab yang diikutinya berlawanan dengan pendapatnya ini.
25
Hasan bin Ali diajari do’a witir setelah membaca surah dalam shalat witir. Bacaan tersebut adalah
sebagai berikut “Allahummahdinii fiiman hadait, wa’aafinii fiiman ‘aafait, watawalanii fiiman tawallait
…… (dan seterusnya) (Ya Allah berikanlah aku petunjuk pada jalan orang yang telah Engkau beri
petunjuk, berilah aku pertolongan sebagaimana Engkau memberi pertolongan kepada orang-orang yang
Engkau tolong ……… (dan seterusnya) (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Abi Syaibah).
TASYAHHUD AKHIR DAN SALAM
A. Tasyahhud Akhir dan Kewajiban Membacanya
Setelah rakaat keempat, Nabi SAW duduk tasyahhud akhir. Dalam tasyahhud akhir ini Beliau SAW
memerintahkan untuk membaca bacaan seperti pada tasyahhud awal. Juga melakukan kegiatan seperti di
awal. Hanya saja pada tasyahhud akhir ini Beliau SAW duduk tawaruk. Yaitu punggung telapak kaki kiri
menempel ke tanah, ujung kaki kiri dan kaki kanan berada pada satu sisi. Sehingga menjadikan kaki kiri
berada di bawah paha dan punggung betis kaki kanan. Juga dengan menegakkan telapak kaki kanannya
tetapi kadang mendatarkannya.
Beliau SAW menahan tubuhnya pada lutut kirinya dengan telapak tangan kirinya. Nabi SAW
mencontohkan shalawat seperti Beliau SAW mencontohkan hal itu dalam tasyahhud awal, sebagaimana
yang telah dijelaskan.
B. Kewajiban Membaca Shalawat Nabi pada Tasyahhud Akhir
Nabi SAW pernah mendengar seseorang mengucapkan do’a dalam shalatnya tetapi tanpa mengucapkan
pujian kepada Allah dan shalawat kepada Nabi SAW, lalu Beliau SAW bersabda kepadanya, “Orang ini
tergesa-gesa”. Kemudian Beliau SAW memanggil orang itu lalu bersabda kepadanya dan orang yang
lainnya, “Bila seseorang shalat, hendaklah ia memulainya dengan bacaan tahmid dan pujian kepada
Allah ‘azza wa jalla. Kemudian mengucapkan shalawat Nabi lalu memanjatkan do’a yang
diinginkannya.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Hakim).
Rasulullah SAW melihat seseorang sedang shalat. Kemudian ia membaca hamdalah dan memuji Allah
lalu mengucapkan shalawat Nabi. Beliau SAW bersabda kepadanya ”Memohonlah niscara akan
dikabulkan dan mintalah niscara akan diberi.” (HR. Nasa’i).
C. Kewajiban Memohon Perlindungan dari 4 Macam Hal
Nabi SAW bersabda, ”Bila seseorang selesai membaca tasyahhud (akhir), hendaklah ia memohon
perlindungan kepada Allah dari 4 perkara. Yaitu ’Allahumma innii a’uudzubika min ’adzaabi jahannam
wamin ’adzaabil qobri, wamin fitnatil mahyaa wal mamaat, wamin syarri fitnatil masiihid dajjaal’ (Ya
Allah aku berlindung kepadaMu dari siksa neraka Jahannam, dari siksa kubur, dari fitnah hidup dan
mati, dan dari fitnah Dajjal’. Selanjutnya hendaklah ia berdo’a memohon kebaikan untuk dirinya sesuai
kepentingannya”. (HR. Muslim, Abu Uwanah, dan Nasa’i).
26
Menurut Abu Daud dan Ahmad, Nabi SAW biasa membaca do’a tersebut dalam tasyahhudnya. Nabi
SAW mengajarkan do’a tersebut kepada para sahabatnya seperti Beliau SAW mengajarkan surah Al-
Qur’an kepada mereka.
D. Membaca Salam
Nabi SAW mengucapkan salam dengan menoleh ke kanan seraya mengucapkan “Assalaamu ‘alaikum
warahmatullah”, sehingga terlihat pipi kanannya yang putih. Juga menoleh ke kiri seraya mengucapakan
“Assalaamu ‘alaikum warahmatullah”, sehingga terlihat pipi kirinya yang putih. Demikian diriwayatkan
oleh Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi.
Menurut riwayat Abu Daud terkadang Nabi SAW menambahkan dengan “Wabarokaatuh” pada salam
pertamanya.
Dalam hadits riwayat Nasa’I disebutkan bahwa ketika menoleh ke kanan, terkadang Beliau SAW
mengucapakan “Assalaamu ‘alaikum warahmatullah”, dan ketika menoleh ke kiri hanya mengucapakan
“Assalaamu ‘alaikum”. Terkadang Beliau SAW mengucapkan salam sekali saja dengan ucapan
“Assalaamu ‘alaikum” (dengan sedikit memalingkan wajahnya ke kanan). Demikian yang diriwayatkan
Ibnu Khuzaimah dan Baihaqi.
Ketika mengucapkan salam para sahabat ada yang mengisyaratkan (menggerakkan) dengan tangan
mereka waktu menoleh ke kanan dan ke kiri. Hal ini dilihat oleh Rasulullah SAW, lalu Beliau SAW
bersabda, ”Mengapa kamu menggerakkan tanganmu seperti ekor kuda yang gelisah? Bila seseorang
diantara kamu mengucapkan salam, hendaknya ia berpaling kepada temannya dan tidak perlu
menggerakkan tangannya”. (Ketika mereka melakukan shalat berikutnya bersama Rasulullah SAW,
mereka tidak melakukannya lagi.
Dalam riwayat lain dikatakan ”Seseorang diantara kamu cukup meletakkan tangannya diatas pahanya,
kemudian mengucapkan salam dengan menoleh ke saudaranya yang ada disebelah kanannya dan
saudaranya disebelah kirinya”. (HR. Abu Uwanah dan Thabrani).
PENUTUP
Semua sifat shalat Nabi SAW yang telah diuraikan diatas adalah berlaku bagi semua orang, baik pria
maupun wanita. Sabda Nabi SAW yang mengatakan ”Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku
shalat”, bersifat umum dan juga mencakup kaum wanita. Ibrahim an-Nakhai berkata ”Wanita melakukan
pekerjaan dalam shalat seperti yang dilakukan kaum pria”. Demikian diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah
dengan sanad shahih.
Sementara itu hadits yang mengatakan bahwa wanita harus menutup tangan mereka saat sujud yang tidak
sama dengan pria, maka sebenarnya hadits tersebut mursal sebagaimana diriwayatkan Abu Daud. Begitu
juga hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Ibnu Umar bahwa dia menyuruh istrinya untuk duduk
bersila dalam shalat, sanadnya tidak sahih. Sedangkan Imam Bukhari dalam Tarikh ash-Shaghir halaman 95
meriwayatkan dengan sanad yang sahih dari Ummud Darda bahwa dia duduk dalam shalat sebagaimana
duduknya laki-laki, padahal dia seorang wanita paham agama.